Kepemimpinan muncul bersamaan dengan peradaban manusia sejak zaman
dahulu dimana orang-orang berkumpul bersama dan bekerja bersama untuk
mempertahankan eksistensi hidupnya. Sejak itulah terjadinya kerjasama
antar manusia di dunia dan munculnya unsur kepemimpinan. Kepemimpinan
merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku yang menjadi panutan
interaksi antar pemimpin dan pengikut serta pencapaian tujuan yang lebih
riil dan komitmen bersama dalam pencapaian tujuan dan perubahan
terhadap budaya organisasi yang lebih maju. Kepemimpinan juga sering
dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi
untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan
dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus
dilaksanakannya. Menurut Stoner, (1998) semakin banyak jumlah sumber
kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar potensi
kepemimpinan yang efektif.
Seorang pemimpin harus bisa memadukan unsur-unsur kekuatan diri,
wewenang yang dimiliki, ciri-ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk
bisa mempengaruhi perilaku orang lain. Pemimpin ada dua macam, yaitu
pemimpin formal dan pemimpin informal. Dimana pemimpin formal harus
memiliki kekuasaan dan kekuatan formal yang ditentukan oleh organisasi,
sedangkan pemimpin informal walaupun tidak memiliki legitimasi kekuatan
dan kekuatan resmi namun harus memiliki kemampuan mempengaruhi yang
besar yang disebabkan oleh kekuatan pribadinya. Oleh karena itu, dalam
proses kepemimpinan telah muncul beberapa teori kepemimpinan. Teori
kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu ke
dalam berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu
kepemimpinan. Setiap teori menyediakan gaya yang efektif dalam
organisasi. Banyak penelitian manajemen telah menemukan solusi
kepemimpinan yang sempurna. Hal ini menganalisis sebagian besar teori
terkemuka dan mengeksplorasinya. Dalam teori kepemimpinan ada beberapa
macam teori, diantaranya Great Man Theory, teori sifat, perilaku,
kepemimpinan situasional dan kharismatik.
TEORI KEPEMIMPINAN
Saat ini masih banyak penelitian dan diskusi yang dilakukan untuk
mencari penjelasan atas esensi dari kepemimpinan. Awalnya, teori-teori
kepemimpinan berfokus pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin
dan pengikut.
- Great Man Theory
Teori ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan,
bukan dibuat (leader are born, not made). dan dilandasi oleh keyakinan
bahwa pemimpin merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan
dilahirkan dengan kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir dan
ditakdirkan menjadi seorang pemimpin di berbagai macam organisasi. Orang
yang memiliki kualitas dapat dikatakan orang yang sukses dan disegani
oleh bawahannya serta menjadi pemimpin besar. Senada dengan hal
tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori ini dalam
dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir
menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya
dan yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam
situasi kondisi yang bagaimanpun juga. James (1980), menyatakan bahwa
setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena
para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi
orang lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Teori kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang
mencangkup studi pemimpin besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang
istimewa dan memegang gelar turun-temurun. Sangat sedikit orang dari
kelas bawah memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin. Teori
great man didasarkan pada gagasan bahwa setiap kali ada kebutuhan
kepemimpinan, maka munculah seorang manusia yang luar biasa dan
memecahkan masalah. Ketika teori great man diusulkan, sebagian besar
pemimpin adalah orang laki-laki dan hal itu tidak bisa ditawar. Bahkan
para peneliti adalah orang laki-laki juga, yang menjadi alasan untuk
nama teori tersebut “great man”. Konsep kepemimpinan pada teori ini yang
disebut orang besar adalah atibut tertentu yang melekat pada diri
pemimpin atau sifat personal, yang membedakan antara pemimpin dan
pengikutnya.
Teori ini secara garis besar merupakan penjelasan tentang orang besar
dengan pengaruh individualnya berupa karisma, intelegensi,
kebijaksanaan atau dalam bidang politik tentang pengaruh kekuasaannya
yang berdampak terhadap sejarah. Pada teori ini sabagian besar bersandar
pada pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Thomas Charly di abad 19
yang penah menyatakan bahwa sejarah dunia tidak melainkan sejarah hidup
orang-orang besar. Menurutnya, seorang pemimpin besar akan lahir saat
dibutuhkan sehingga para pemimpin ini tidak bisa diciptakan.
- Teori Sifat
Teori sifat kepemimpinan membedakan pada pemimpin dari mereka yang
bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan
karakteristik pribadi masing-masing. Pada teori ini bertolak dari dasar
pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh
sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya. Atas dasar pemikiran
tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang
berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan
pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat
atau ciri-ciri di dalam dirinya. Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan
yang dapat diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu mereka
berusaha membandingkan ciri-ciri dari dua orang yang muncul sebagai
pemimpin dengan ciri-ciri yang tidak demikian dan mereka membandingkan
ciri pemimpin yang efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif.
Akan tetapi studi tentang ciri-ciri ini mengalami kegagalan untuk
mengungkap secara jelas dan konsisten yang membedakan pemimpin dan
pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh Cecil A. Gibb (1969)
bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi, lebih
cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan
pemimpin. Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan
dari mereka tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang
yang terlalu cerdas dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul
atau tidak menjadi seorang pemimpin, barangkali orang ini berbeda
terlalu jauh dengan kelompoknya. Pada teori ini mengasumsikan bahwa
manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat yang membuat
mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi kepemimpinan. Selain itu,
juga menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan
keberadaan pemimpin yang memungkinkan pekerjaan atau tugas
kepemimpinannya akan menjadi sukses ataupun efektif di mata orang lain.
Seorang pemimpin akan sukses atau efektif apabila dia memiliki sifat
sifat-sifat seperti berani bersaing, percaya diri, bersedia berperan
sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi, intelegensi tinggi,
hubungan interpersonal baik, dan lain sebagainya. Menurut Judith R.
Gordon menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter,
seperti kemampuan intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status
sosial ekonomi, human relations, motivasi instrinsik dan dorongan untuk
maju (achievement drive). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian
(1994:75-76), bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki ciri-ciri ideal
diantaranya :
- Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,
obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi
masa depan.
- Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri
relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif,
kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif.
- Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala
prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan
mendidik dan berkkomunikasi secara efektif.
Menurut Ronggowarsito, menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus
memiliki Hastabrata, yaitu delapan sifat unggul seorang pemimpin yang
dikaitkan dengan sifat-sifat alam diantaranya :
- Bagaikan surya
Menerangi dunia, memberi kehidupan, menjadi penerang, pembuat senang,
arif, jujur, adil, dan rajin bekerja sehingga negara aman sentausa.
- Bagaiakan candra atau rembulan
Memberikan cahaya penerangan keteduhan pada hati yang tengah dalam
kesulitan, bersifat melindungi sehingga setiap orang dapat tekun
menjalankan tugasnya masing-masing dan memberi ketenangan.
- Bagaikan kartika atau bintang
Menjadi pusat pandangan sebagai sumber kesusilaan, menjadi kiblat ketauladanan dan menjadi sumber pedoman.
- Bagaikan meja atau awan
Menciptakan kewibawaan, mengayomi meneduhi sehingga semua tindakan menimbulkan ketaatan.
- Bagaikan bumi
Teguh, kokoh pendiriannya dan bersahaja dalam ucapannya.
- Bagaikan samudra
Luas pandangan, lebar dadanya, dan dapat membuat rakyat seia sekata.
- Bagaikan hagni atau api
Adil, menghukum tanpa memandang bulu, yang salah menjalankan hukuman dan yang baik mendapat pahala.
- Bagaikan bayu atau angin
Adil, jujur, terbuka dan tidak ragu-ragu.
Dari penjelasan diatas, bahwa karakter istimewa yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin mencakup karakter bawaan dan karakter yang
diperoleh kemudian dikembangkan pada kemudian.
Adapun kelemahan dari seorang pemimpin pada teori sifat diantaranya :
- Terlampau banyak sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin
- Mengabaikan unsur Follower dan Situasi serta pengaruhnya terhadap efektivitas pemimpin
- Tidak semua ciri cocok untuk segala situasi
- Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan mengabaikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.
Untuk menyukseskan pelaksanaan tugas para pemimpin belakangan ini
telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli dengan harapan dapat
ditemukan model kepemimpinan yang baik atau efektif. Namun kesimpulan
dari hasil studi, ternyata tidak ada satu model tunggal yang memenuhi
harapan. Dalam kaitannya dengan ciri-ciri pemimpin, J. Slikboer
menyatakan bahwa setiap pemimpin hendaknya memiliki tiga sifat, yaitu
sifat dalam bidang intelektual, berkaitan dengan watak, dan berhubungan
dengan tugasnya sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain yang berbeda
dikemukakan oleh Ruslan Abdulgani (1958) bahwa soerang pemimpin harus
mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani dan jasmani.
- Teori Perilaku
Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan
sanggahan terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik
dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born).
Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan
pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak
menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang
pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin
berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh
gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah
kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan
kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini
memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku,
dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat
seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973)
berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa
orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat
memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah
membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi
belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku
kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert
F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan
kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared
leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota
lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena
seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran
lainnya.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku :
- Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan
memiliki ciri-ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela,
mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta
memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat
kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas orientasi.
- Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada
bawahannya ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan,
perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta
menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan.
Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki
kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan
penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum
pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya.
Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap
seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya
terhadap hasil atau tuags dan terhadap bawahan atau hubungan kerja.
JAF.Stoner, 1978:442-443 mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku
pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan
gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik
adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi
terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar
belakang pengetahuan, nikai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada
diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan
perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin
akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam
kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang bawahan perlu
dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai.
- Kepemimpinan Situasional
Teori Kepemimpinan Situasional adalah suatu pendekatan terhadap
kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan,
dan situasi sebelum menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu.
Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa
dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998). Teori ini muncul sebagai
reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan perilaku pemimpin dalam
dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam teori ini dijelaskan
bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel
situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan
dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan
menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini
menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif
diterapkan dalam situasi tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak
tergantung pada gaya tertentu terhadap suatu situasi, tetapi tergantung
pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan situasinya.
Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami
dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi
yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan
menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntunan situasi
tertentu. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam model-model
kepemimpinan diantaranya :
- Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi
kepemimpinan yang harus diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal
pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil
keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai
perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Sedangkan pemimpin
bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol disini adalah menjadi pendengar yang baik
disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.
- Model Interaksi Atasan-Bawahan
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana
interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila :
- Ø Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik
- Ø Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi
- Ø Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat
- Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpian seseorang
tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi
situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi
kepemimpinan yang digunakan dalam metode ini adalah perilaku pemimpin
yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan.
Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpina yang dapat digunakan
adalah :
- Ø Memberitahukan
- Ø Menjual
- Ø Mengajak bawahan berperan serta
- Ø Melakukan pendelegasian
- Model Jalan-Tujuan
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang
mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu
mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus
dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan
kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut
harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
- Model Pimpinan-Peran serta Bawahan
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan
proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan
struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu
syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian
ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menetukan bentuk dan
tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan
tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang
dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan
keputusan.
Pada teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang dimana
secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas
kepemimpinan seseorang :
- Kemampuan Manajerial
Kemampuan ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi
efktivitas kepemimpinan seseorang. Kemampuan manajerial meliputi
kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penilaian
terhadap “reward” yang disediakan oleh perusahaan.
- Karakteristik Pekerjaan
Merupakan unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas
kepemimpinan. Pekerjaan yang penuh tantangan akan membuat seseorang
lebih bersemangat untuk berprestasi dibanding pekerjaan rutin yang
membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan kelompok yang diperlukan
untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi efektivitas
seorang pemimpin.
- Karakteristik Organisasi
Budaya korporat, kebijakan, dan biokrasi bisa membatasi gaya
kepemimpinan seorang manajer. Juga bila didalam suatu organisasi banyak
terdapat profesional dan kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang
efektif tentu berbeda dengan organisasi perusahaan yang terdiri dari
para pekerja kasar.
- Karakteristik Pekerja
Dalam karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian,
kebutuhan, pengalaman dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas
kepemimpinan manajer.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut toeri situasional ditentukan
oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan
situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan
memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P.
Siagan (1994:129) adalah :
- Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
- Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
- Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
- Norma yang dianut kelompok
- Rentang kendali
- Ancaman dari luar organisasi
- Tingkat stress
- Iklim yang terdapat dalam organisasi.
- Kepemimpinan Kharismatik
Dalam teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin
mereka diakui memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi
pengikut bukan berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi
lebih pada persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat
supernatural dan kekuatan yang luar biasa. Dimana kemampuan yang luar
biasa tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu dan tidak semua
orang memilikinya. Seorang pemimpin dianggap orang yang lebih tahu apa
yang akan terjadi di kemudian hari. Kharisma berasal dari bahasa Yunani
yang memiliki arti “berkat yang terinspirasi secara agung” atau
”pemberian tuhan”. Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau
memprediksikan peristiwa masa depan. Para pemimpim akan lebih dipandang
sebagai kharismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil
resiko pribadi dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang
mereka dukung. Kepercayaan terlihat menjadi komponen penting dari
kharismatik dan pengikut akan lebih mempercayai pemimpin yang kelihatan
tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi daripada oleh
perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang
pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup
besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam
organisasi. Menurut Weber (1947), kharismatik terjadi saat terdapat
sebuah krisis social, seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi untuk
krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu.
Mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi tersebut dapat
terlihat, dapat dicapai dan para pengikut dapat mempercayai bahwa
pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
Konsep kharismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan
kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis.
Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang
kharismatik yaitu :
- Adanya seseorang yang memiliki bakat luar baisa
- Adanya krisis sosial
- Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis trsebut
- Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki
kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta
- Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
House (1977), berpendapat bahwa seorang pemimpin kharismatik
mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut.
Mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi, mereka
tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, merasa disayang terhadap
pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok
atau organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi
terhadap keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi.
Kharismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi :
- Mereka menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi.
- Mereka lebih menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
- Mereka dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai
cara untuk memperoleh kekuasaan, kemudian diabaikan atau diubah secara
sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu.
- Mereka berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin.
- Otoritas untuk membuat keputusan penting dipusatkan pada pemimpin,
penghargaan dan hukuman digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin
yang tidak dapat berbuat kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman
eksternal kepada organisasi.
- Keputuasan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih
besar akan pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi
kesejahteraan pengikut.
Kharismatik positif memiliki orientasi kekuasaan sosial :
- Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi.
- Mereka tidak berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri, tetapi lebih pada ideologi.
- Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi
dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan, dan
- Penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi.
- Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.
Beberapa teori-teori membahas mengenai bagaimana kharisma seorang
pemimpin mempengaruhi bawahannya. Telah dibahas bahwa seorang bawahan
begitu kuat terpengaruh oleh kharisma pimpinannya dalam menyelesaikan
sebuah misi. Terdapat beberapa hal yang mempengharuhi proses pengaruh
kharismatik seorang pemimpin yaitu :
- Identifikasi Pribadi (personal identification)
Identifikasi pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang dyadic
yang terjadi pada beberapa orang pengikut namun tidak pada yang
lainnya. Proses ini paling banyak terjadi pada para pengikut yang
mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah, dan kebutuhan
yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang berkuasa.
- Identifikasi Sosial (social identification)
Identifikasi sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang
menyangkut definisi diri sendiri dalam hubungannya dengan sebuah
kelompok atau kolektivitas. Para pemimpin kharismatik meningkatkan
identifikasi sosial dengan membuat hubungan antara konsep diri sendiri,
para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan bersama serta
identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin kharismatik dapat
meningkatkan identifikasi sosila dengan memberi kepada kelompok sebuah
identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok
yang lainnya.
- Internalisasi (internalization)
Para pemimpin kharismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul
nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin kharismatik untuk
meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para
pengikut dan dengan menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para
pemimpin kharismatik juga menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresif
pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti,
mulia, heroic dan secara moral benar. Para pemimpin kharismatik itu juga
tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik dalam rangka mendorong
para pengikut untuk memfokuskan diri kepada imbalan-imbalan instrinsik
dan meningkatkan komitmen mereka kepada sasaran-sasaran objektif.
- Kemampuan diri sendiri (self-efficacy)
Efikasi diri sendiri merupakan suatu keyakinan bahwa individu
tersebut mampu dan kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar.
Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok
jika mereka bersama-sama dan mereka menghasilkan hal-hal yang luar
biasa. Para pemimpin kharismatik meningkatkan harapan diri para pengikut
bahwa usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan
misi kolektif akan berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar